Iklan

Kubu BUYA Mendapatkan Perlakuan Politik Intimidasi

25 November 2017, November 25, 2017 WIB Last Updated 2017-12-07T14:06:41Z

NEWSGEMAJAKARTA.COM, Kota Serang - Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila, alam demokrasi yang dibangun memberi ruang terbuka kepada setiap warga negara, baik secara individu maupun bersifat untuk berkumpul, serta menyalurkan hak dan kewajiban politiknya.

Hal itu diungkap Syamsul Bachri kepada tim GemaMedia Network (GMN) melalui Press Releasnya, Sabtu (25/11/2017), hal itu tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dikatakan Syamsul, mekanisme yang diatur dalam demokrasi salah satunya adalah proses suksesi kepemimpinan, pada konteks Pilkada, aplikasi dari demokrasi Pancasila diatas tertuang dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 pasal 42 huruf a.

“Undang-undang tersebut mengatur tentang pencalonan kepala daerah melalui partai politik, gabungan partai politik, atau jalur perseorangan.” Ungkapnya kepada Tim GemaMedia Network.

Menurutnya, dapat dipahami betul, bahwa undang-undang diatas berfungsi sebagai payung hukum sekaligus jaminan bagi individu maupun kelompok untuk ikut serta dalam kontestasi Pilkada.

Lebih jauh, Syamsul mengatakan, berdasarkan undang-undang diatas pulalah warga Kota Serang mendeklarasikan bakal pasangan calon perseorangan yang menamakan dirinya sebagai BUYA.

“Kehadiran BUYA yang begitu fenomenal merupakan geliat kesadaran politik warga Kota Serang, dan boleh jadi juga sebagai representasi titik jenuh yang dirasakan warga Kota Serang dalam mengikuti peta politik di kotanya,” Terangnya.

Syamsul juga menyayangkan, adanya dugaan praktek di lapangan yang dialami oleh tim dan pendukung BUYA ternyata tidak selalu mencerminkan jiwa Pancasila terutama sila ke-4 dan undang-undang nomor 8 tahun 2015.

“Kubu BUYA mendapatkan perlakuan politik intimidatif dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, serta tekanan politik tersebut dialami kubu BUYA dalam bentuk dan kesempatan yang berbeda-beda,” imbuhnya.

Adapun menyoal perlakuan intimidasinya yakni, sesaat setelah pemasangan alat Peraga Kampanye (APK) dalam bentuk baligo, poster, dan spanduk, terjadi berbagai bentuk pengrusakan. Misalnya di Kecamatan Walantaka, baligo BUYA dirusak dengan cara dicoret di bagian wajahnya hingga menyerupai Jack Sparrow seorang tokoh bajak laut.

“Boleh jadi si pelaku memiliki halusinasi akut tentang kekalahan yang akan dialaminya. Oleh karenanya BUYA dianggap sebagai pembajak kekuatan masanya, dan hal ini merupakan lelucon yang tak lucu dan tak cerdik tetapi sebuah ironi di alam demokrasi Pancasila. Sebuah sikap kekanak-kanakan dari politikus yang tidak memiliki integritas diri.” Beber Syamsul.

Sedangkan di Kecamatan Kasemen, spanduk BUYA yang sudah dipasang disobek. Lain halnya dengan poster BUYA yang sudah dipasang hilang meskipun telah dipasang untuk kedua kalinya. Boleh jadi si pelaku merusak spanduk dan poster itu untuk alas tidurnya.

Di kesempatan lain tim BUYA mengalami intimidasi dengan cara pelarangan pemasangan APK BUYA dengan alasan wilayah tersebut diklaim sebagai wilayah kekuasaan partai tertentu. Seandainya informasi ini sampai ke telinga bang Rhoma, maka tentunya beliau akan menggeleng-gelengkan kepala sambil mengatakan sungguh terlalu…! (maaf bang haji…this is just a joke).

Lain lagi di Kecamatan Serangm kejadian yang dialami oleh salah satu Tim BUYA ini sungguh sangat tidak berperadaban sama sekali dan jelas-jelas diduga melanggar hukum pidana. Bagaimana tidak jika intimidasi politik tersebut dalam bentuk aksi penculikan terhadap anak di bawah umur dari salah seorang Tim BUYA.

“Peristiwanya terjadi pada tanggal 22 November 2017 pukul 16.30. Adapun TKP penculikan berawal di sekitar Jalan Sepang dan sekitar Jagarayu.” Terang Syamsul

Berdasarkan saksi dari korban, para penculik ini terdiri dari empat orang dengan ciri-ciri yang sudah teridentifikasi oleh korban. Mereka dalam aksinya menggunakan mobil carry berwarna biru. Peristiwa penculikan ini berawal ketika korban berjalan kaki di jalan Sepang kemudian dihadang oleh sebuah mobil.

Segera si penculik menodongkan pisau di leher anak seraya mengancam untuk tidak berteriak dan langsung dilemparkan ke dalam mobil. Sejurus kemudian, mobil melaju ke arah Jagarayu dan mencari tempat sepi jauh dari pemukiman masyarakat.

Setelah sampai di tempat sepi, para penculik tersebut turun untuk mengintograsi korban dengan mengarahkan pisau ke leher korban sambil mengancam akan membunuhnya. Si penculik menanyakan apakah benar si anak merupakan anak bapak Rohman.

Kemudian, anak tersebut menjawab apa adanya bahwa dirinya bukanlah anak dari bapak Rohman. Pertanyaan itu diulang-ulang oleh para penculik sambil mencari informasi dengan menggeledah isi tas dan pakaian si anak.

Setelah tidak mendapatkan apa yang dicari, penculik ini menendang si anak hingga terjerembab ke tanah. Sebelum penculik itu meninggalkan si anak di tengah hutan, para penculik mengatakan sebuah pesan politik intimidatif berupa perkataan, ‘Kasih tahu ke Rohman harus jaga sopan santun!

Aksi penculik tersebut boleh jadi dalam asumsinya merupakan sebuah kehebatan atau keberanian, tetapi sejatinya si penculik ini mengalami sindrom Megalomania yang parah. Mungkin para penculik ini mengalami perundungan (bullying) pada masa kecilnya.

Sehingga untuk mengatasi ketidakmampuannya mereka berkhayal dan berlaga seperti tokoh Megaloman di film anak-anak tempo dulu sekitar era 80-an. Atau dalam dunia fauna kita mengenal ikan buntal yang memiliki pola pertahanan dengan cara membesarkan diri di hadapan sesuatu yang dianggap mengancamnya.

Berita penculikan ini begitu cepat beredar di kalangan pendukung BUYA. Meskipun tanpa ada komando, mereka langsung merapat ke rumah si anak yang menjadi korban penculikan. Dalam tempo singkat, telah berkumpul kurang lebih seratus motor dan empat mobil. Fenomena ini sebagai gambaran betapa solidaritas di keluarga besar BUYA begitu kuat.

Suasana dikediaman anak yang menjadi korban penculikan
Melihat antusiasme seperti ini, orang tua dari si anak yang menjadi korban berupaya semaksimal mungkin menenangkan dan mendinginkan emosi para pendukung BUYA yang tensinya sudah begitu panas. Langkah ini harus segera diambil.

Bagaimanapun para pendukung BUYA yang datang merupakan para pemuda dan perwakilan jawara dari beberapa kelurahan terdekat. Adapun para jawara dari beberapa Kecamatan lain yang akan meluncur ke TKP langsung ditahan agar tidak terjadi hal-hal di luar kontrol.

Sebagai bentuk kesadaran hukum, pada tanggal 24 November 2017 anak yang menjadi korban penculikan dengan didampingi orang tuanya melaporkan kejadian diatas ke pihak kepolisian yaitu ke Mapolsek Serang.  Jeda waktu tiga hari antara kejadian dengan pelaporan disebabkan adanya upaya orang tua untuk menstabilkan kondisi psikologis si anak yang terguncang.

Bila melihat kronologis dari peristiwa di atas, ini sangat berkaitan sekali dengan majunya Rohman, S.Pd.I., M.A. sebagai bakal calon wakil walikota dari kubu BUYA. Dengan kwalitas profil yang melekat pada dirinya dalam kalkulasi politik akan menjadi daya magnet luar biasa. Sehingga, menjadi ancaman serius bagi kontestan lain.

Dengan peta konflik tersebut, adalah sebuah kesalahan besar bila ada pihak yang menilai bahwa semua peristiwa di atas adalah berasal dari kubu Bapak Burhanudin, S.Ag, M.Si. Alih-alih berbuat nista seperti itu, kubu Bapak Burhanudin sampai detik ini terus menambah dukungan KTP kepada Tim BUYA.

Terlebih jika mendengarkan kesaksian anak yang menjadi korban bahwa para penculik tersebut teridentifikasi ada kemiripan dengan pelaku yang mengintimidasi Tim BUYA di Kecamatan Curug, baik dari segi jumlah, umur, dan perawakan. Hanya saja ketika di Kecamatan Curug mereka menggunakan mobil Terios/Rush berwarna putih.

Dalam peristiwa lain, terindikasi kuat ada upaya pihak-pihak yang mau mengadu domba antara BUYA dengan Bapak Syafrudin selaku salah satu bakal calon Walikota. Hal tersebut terlihat ketika sesaat setelah terpasangnya baligo BUYA di Kagungan, Kec. Serang.

Secara kebetulan baligo BUYA dipasang bersanding dengan baligo Bapak Syafrudin. Namun pada keesokan harinya, baligo milik Bapak Syafrudin ada yang merusak. Boleh jadi hal ini ditujukan untuk menimbulkan prasangka dan permusuhan diantara BUYA dan Bapak Syafrudin.

Pengerusakan baligo milik Bapak Syafrudin
 Dalam kesempatan ini, Tim BUYA menyatakan dengan tegas bahwa hal itu di luar tanggungjawab BUYA. Dan kepada pihak Bapak Syafrudin agar tidak terpancing oleh intrik politik kampungan seperti itu. Kita selaku sesama bakal calon harus menjaga kesejukan iklim politik di Kota Serang tanpa membuat kegaduhan yang tidak bermakna.

“Biarlah bagi pelaku devide et impera tetap dalam dunia khayalnya, mereka merasa akan mengadu domba padahal kita bukan domba kan Pak Syafrudin?  Lagi pula kita sebagai manusia jangan mau di adu oleh domba!,” Ungkap Syamsul.

Atas segala ujian yang dialami tim dan pendukung BUYA, dikembalikan seluruhnya kepada Allah Yang Maha Kuasa berdasarkan takwa dan tawakal secara totalitas. Kami percaya bahwa sunnatullah terus berjalan dan kami yakin Allah boten sare. Pada akhirnya, hanya kepada Allah kami minta perlindungan.


“Semoga dengan ujian ini semakin mendewasakan kami dalam berpolitik. Kepada seluruh warga Kota Serang haruslah tetap optimis bahwa pada saatnya Kota Serang akan maju di tangan orang-orang yang berani, unggul, yakin, dan amanah. ‘Bismillahi tawakkalna ‘alallah la hawla wala quwwata illa billahil’aliyil ‘adzim…Salam perubahan…!!!"  Pungkasnya seraya mengakhiri. (Tim BUYA)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kubu BUYA Mendapatkan Perlakuan Politik Intimidasi

Terkini

Iklan