NEWSGEMAJAKARTA.COM, JAKARTA - Kementerian
Perindustrian semakin gencar mendorong seluruh unit pelayanan teknisnya untuk
terus aktif melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Upaya
ini agar dapat menghasilkan inovasi yang mampu mendukung peningkatan
produktivitas dan daya saing industri nasional.
Salah
satunya, hasil litbang yang diinisiasi oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang mengenai penerapan teknologi light scattering berbasis mikrokontroler
yang berfungsi untuk menentukan kadar karet kering. Teknologi ini perlu
dimanfaatkan oleh industri karet alam nasional, khususnya yang mengolah jenis
karet alam lembaran atau ribbed smoked
sheet (RSS).
“Teknologi
tersebut memiliki akurasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode
gravimetri yang lazim digunakan di Indonesia,” kata Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara di Jakarta, Senin (2/4).
Ngakan menambahkan bahwa Inovasi dari BBTPPI ini juga telah mendapatkan
pengakuan sebagai salah satu dari 108 Inovasi Indonesia Prospektif oleh
Business Innovation Center dan LIPI.
Ngakan
menjelaskan, metode gravimetri dilakukan dengan cara memperbandingkan massa
sesudah pengeringan dibandingkan dengan massa sebelum pengeringan. “Bagi
beberapa perusahaan, metode gravimetri dianggap belum cukup akurat untuk
menentukan kadar karet kering pada lateks, karena dalam praktiknya, penentuan
kadar kering karet masih mengandalkan feeling
dari operator,” tuturnya.
Berdasarkan
hal tersebut, lanjutnya, diperlukan pendekatan teknologi guna lebih memudahkan.
Maka itu, BBTPPI mengembangkan hasil risetnya. “Teknologi light scattering berbasis mikrokontroler ini juga merupakan metode non-destructive dan tidak menggunakan
bahan kimia dalam proses analisanya sehingga lebih ramah lingkungan,” tegas
Ngakan. Teknologi ini juga sudah terverifikasi pada standar ISO 126 : 2005
tentang Method Of Test For Natural Rubber Latex, Determination of Dry Rubber
Content.
Menurut
Ngakan, kadar karet kering dalam industri karet merupakan salah satu faktor penentu
baik tidaknya kualitas suatu lateks. “Kadar karet kering lateks atau bekuan
sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman
penentuan harga, juga menjadi standar dalam pemberian bahan kimia untuk
pengolahan karet RSS, thin pale crepes,
dan lateks pekat,” paparnya.
Pada
pengolahan karet lembaran misalnya, nilai kadar karet kering pun digunakan
sebagai dasar dalam menentukan jumlah kebutuhan air pada proses pencairan
lateks sampai diperoleh kadar karet baku atau yang standar. ”Bahkan, kadar
karet kering menjadi pertimbangan penting dalam penentuan biaya produksi dari
karet jenis RSS,” imbuhnya.
Menteri
Perindustrian Airlangga
Hartarto pernah menyampaikan, pengembangan industri karet hilir di dalam negeri
masih cukup prospektif karena Indonesia merupakan salah
satu negara utama penghasil karet alam dengan produksi melebihi tiga juta ton
per tahun.
“Apalagi, produksi karet alam
nasional masih dapat ditingkatkan mengingat potensi lahan yang ada mencapai 3,5
juta hektare serta didukung oleh program-program penelitian dan pengembangan
yang dilakukan baik oleh Pemerintah, institusi pendidikan maupun pihak swasta,”
ungkapnya.
Terlebih lagi, adanya kebijakan Pemerintah dalam pembangunan tol laut dinilai menjadi peluang besar bagi industri
karet nasional untuk menunjang kebutuhan pembangunan pelabuhan seperti menghasilkan rubber dock fender,rubber floating fender, dan rubber bumper.
Merujuk
data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), karet alam menyumbang
sebesar 45 persen untuk bahan baku ban. Produk ban dalam negeri menjadi salah satu
komoditas andalan ekspor Indonesia. Dari total produksi, 70 persen
diperuntukkan bagi pasar ekspor dengan nilai mencapai USD1,5 miliar per tahun. (rls/menperin)