Iklan

Aksi Solidaritas, Jurnalis Boyong Keranda Ke Kantor Dewan Pers

04 Juli 2018, Juli 04, 2018 WIB Last Updated 2018-07-04T19:00:28Z
NEWSGEMAJAKARTA.COM, JAKARTA - Dianggap mengancam kedaulatan jurnalis, ratusan wartawan dari berbagai organisasi profesi wartawan dan penerbit media, melakukan aksi demo di depan Gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Juli 2018.

Kedatangan ratusan pekerja media tersebut, menuntut pertanggung jawaban Dewan Pers yang dianggap lalai, diskriminatif, dan tidak proporsional dalam membuat berbagai kebijakan terkait Jurnalis sehingga menimbulkan gejolak di kalangan insan wartawan, bahkan berujung dengan kriminalisasi terhadap pekerja media.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) yang turut serta dalam aksi demo tersebut mengatakan, bahwa DP secara nyata tidak mampu menjalankan fungsinya, sebagai layaknya institusi yang seharusnya memberi perlindungan, pembinaan, dan pengayoman terhadap organisasi maupun insan jurnalis.

“Dewan Pers nyata-nyata tidak mampu menjalankan fungsinya, carut marut jurnalis seperti yang terjadi belakangan ini, juga akibat dari kebijakan yang dikeluarkan tidak proporsional dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Selain itu, kriminalisasi terhadap pekerja pers terus mengemuka, dan DP terkesan melakukan pembiaran begitu saja,” kata Suriyanto.


Ketua Umum Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Ozzy S. Sudiro menyampaikan, saat ini insan jurnalis Indonesia tengah bergejolak, khususnya setelah adanya ketidaksetaraan atau pemisahan antara jurnalis lokal dan jurnalis yang menamakan dirinya mainstream.

“Mereka dibelenggu dengan kebebasan dalam sangkar. Satu diangkat yang satu dipijak dengan politik belah bambu yang selalu diterapkan dalam berbagai kebijakan. Ini harus segera dituntaskan agar tidak berlarut-larut dan menjadi pemicu,” tegas Ozzy menyampaikan melalui pernyataannya dihadapan sejumlah awak media di Gedung Dewan Pers Lantai lima, Jalan Kebon Sirih Raya No. 32-34, Jakarta.

Ozzy menilai saat ini lembaga yang seharusnya bisa mewadahi dan melindungi tugas wartawan dilapangan dan bisa merangkul semua lini insan jurnalis tengah lupa pada sejarah kemerdekaan  Pers yang dipelopori oleh MP yang mengafiliasi organisasi Pers reformis dan coba menghapus catatan sejarah itu. Hal ini tentu bertolak belakang dengan esensi jurnalistik yang selalu mengedepankan edukasi dalam konteks pencerdasan kehidupan bangsa.

“Bagaimana bisa, wartawan dituntut untuk profesional, kompetensi, melaksanakan etika jurnalistik sementara DP itu sendiri menunjukkan kebohongan publik dan kejahatan yang tidak beretika. Ingat, penghapusan catatan sejarah merupakan pembohongan, pembodohan dan kejahatan yang harus segera diluruskan,” tukasnya.


Hal senada juga disampaikan Ketua Presidium FPII Kasihati, bahwa tuntutan tolak kriminalisasi wartawan yang didengungkan teman-teman kepada Dewan Pers untuk mencabut Peraturan Dewan Pers tentang verifikasi dan menuntut Dewan Pers tentang kebijakan Uji Kompetensi Wartawan dan penunjukan Lembaga Verifikasi karena melanggar UU no 13/2003 tentang ketenaga kerjaan.

Kembalikan keberadaan seluruh organisasi Pers yang berbadan hukum sebagai konstituen Dewan Pers, selesaikan sengketa Pers lewat Sidang Majelis Kode Etik di masing-masing organisasi pers tempat wartawan bernaung, salam perjuangan,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke menegaskan, hanya terjadi di Indonesia, sebuah karya Jurnalistik diangap perbuatan kriminal oleh Dewan Pers.

“Puluhan ribu media dan ratusan ribu wartawan harus diselamatkan dari tindakan kesewenagan Dewan Pers,” tuturnya.

Begitu juga Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Hence Mandagi mengatakan, tindakan Dewan Pers melaksanakan verifikasi organisasi wartawan yang menetapkan sendiri peraturannya dengan cara membuat dan menerapkan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan kepada seluruh organisasi pers masuk kategori Perbuatan Melawan Hukum.


Akibat perbuatan tersebut menyebabkan anggota dari organisasi-organisasi Pers yang memilih anggota Dewan Pers pada saat diberlakukan UU Pers tahun 1999 kini kehilangan hak dan kesempatan untuk ikut memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers,” ujarnya.

Ditempat terpisah, Senator Republik Indonesia, Asal Sulawesi Utara Beny Ramdhani juga meminta kepada Kapolri dan Dewan Pers untuk segera menghentikan Kriminalisasi Pers. Ia mengecam keras tindakan aparat Kepolisian dan Dewan Pers yang mengkriminalisasi Jurnalis atas karya jurnalistiknya.

“Penangkapan dan pemidanaan wartawan adalah wujud penghianatan terhadap perjuangan reformasi. Pers itu adalah bagian dari reformasi yang harus dijaga kemerdekaannya,” ujar aktivis 98 ini mengkritisi penerapan pasal pidana umum dalam penanganan sengketa pers.

Menurut Ramdhani, Dewan Pers seharusnya menjadi Lembaga yang paling terdepan melindungi dan menjamin kemerdekaan Pers.

“Kalau rekomendasinya justru menjadikan wartawan dipidana, da nada yang tewas dalam tahanan, maka sebaiknya seluruh personil Dewan Pers tahu malu dan membubarkan diri sebelum dibubarkan,” terangnya.(red)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Aksi Solidaritas, Jurnalis Boyong Keranda Ke Kantor Dewan Pers

Terkini

Iklan