Iklan

Konsolidasi Loyalis Ahok Menyandera Anies Dalam Melayani Warga

20 Agustus 2018, Agustus 20, 2018 WIB Last Updated 2018-08-20T10:26:23Z
NEWSGEMAJAKARTA.COM, JAKARTA - Pasca terpilihnya Bapak Anies Baswesdan sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggantikan rejim Ahok Djarot tentunya meningglkan tantangan tersendiri bagi Gubernur terpilih dalam menjalankan roda pemerintahannya, terlepas dari bayang – bayang pemerintahan sebelumnya.

Pada masa Ahok Djarot, aparatur pemerintah DKI Jakarta dibuat secara sistematis untuk tunduk dan loyalitas penuh terhadap mereka tanpa ada kesempatan untuk menawar apalagi berdiskusi perihal pengangkatan penjabat, rotasi, mutasi. Semua dikendalikan secara penuh, sehingga saat itu timbul ketakutan dari para penjabat DKI terpilih melalui lelang jabatan, akan kehilangan jabatan mereka.

Ketakutan ini memastikan kesetiaan yang membabi buta dari para penjabat Pemda DKI sehingga menciptakan penjabat-penjabat yang egosentrik, sok kuasa, lalim dalam menjalani tugasnya. Hal ini tidak lah mengherankan, mengingat bahwa sistem yang dibentuk oleh Ahok adalah menciptakan kondisi "Tuan dan Majikan” dalam pemerintahan, bukan Pamong dan  yang diamong, sehingga jangan heran apabila ada lurah, camat yang tidak mau mendengar masukkan warganya samapai kepala dinas yang acuh terhadap warganya yang mati akibat tidak mendapat tempat di RS.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Nasional Bidang Hubungan Masyarakat Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) Jamdani dalam diskusi publik bertajuk “Anies Dalam Cengkaraman Sisa Sisa Kekuatan Lama” yang diadakan dibilangan Jakarta Selatan, hari ini (20/8/2018).

Dalam paparannya Jamdani menyebutkan bahwa sistem ini melahirkan “tuan tuan penjabat, yang nuraninya mati demi menjalankan tugas dari majikannya. Jujur cara ini sangat mirip saat Belanda berkuasa, dimana priyayi pribumi diangkat menjadi penguasa lokal, pemungut pajak yang kejam terhadap rakyat yang dipimpinnya yang notabene berkulit sawo matang sama dengannya.

“Sistem pemerintahan yang dibuat berdasarkan ketakutan melahirkan pemerintahan terror, pemerintahan yang berjalan semaunya, menabrak peraturan yang ada, dimana prinsip “Hukum adalah Aku," menjadi acuan jalannya pemerintahan DKI Jakarta saat itu.” Ungkap Jamdani.

Jamdani menambahkan bahwa sistem yang anomali ini melahirkan “kasta” baru dilingkungan penjabat pemprov DKI, dimana ketundukkan dan  loyalitas buta, menciptakan sejumlah "Loyalis Ahok" ditubuh pemerintahan DKI, dan mereka akan menjadi tantangan berat bagi Anies dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kejadian baru-baru ini terkait penggantian penjabat DKI adalah contoh kecil hebatnya para “LOYALIS AHOK “ ini berkerja, mereka yang selama ini diuntungkan oleh sistem terror ahok, merasa terganggu dengan perubahan pendekatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Gubernur Anies dengan menyerang kebijakan Anies, atau minimal menumpulkan segala keputusan yang dibuat oleh Anies, sehingga Anies terlihat lemah, ragu-ragu dalam menjalankan pemerintahan tambah Jamdani.

“Bukti betapa kuat dan menguritanya loyalis Ahok ini bisa dilihat di dinas kesehatan misalnya. Kadis yang sudah dicopot masih besar pengaruhnya, masih bisa memberikan instruksi baik strategis maupun telhnis kepada Plt kadis, dirut dan kepala puskesmas jelas ini berbahaya bagi Anies dimana jajaran dinas kesehatan masih tunduk pada mantan kadis dan masih menjalankan instruksi mantan kadis dan bukti bahwa Anies dikepung dan bukan tidak mungkin tersandera oleh sisa sisa kekuatan lama," pungkas Jamdani.

Padahal kondite mantan kadis selama ini adalah kondite terburuk sepanjang sejarah dinas kesehatan DKI. Mantan kadis yang ditunjuk oleh Ahok itu adalah pejabat yang paling tidak pernah peduli dengan keluhan warga di rumah sakit. Banyak kejadian yang tidak pernah diungkap ke publik betapa warga DKI banyak yang meregang nyawanya ketika mendapat kesulitan di RS dan mantan kadis tersebut sangat susah dihubungi warga untuk sekedar mengadu permasalahannya. “kadis jaman Ahok lebih mementingkan pencitraan dirinya ketimbang melayani warga.” tegas Jamdani.

Sementara menurut Sekretaris Jenderal Gerakan Muda Nusantara (Sekjend Gema Nusantra) Asep Firdaus menyebutkan dalam paparannya bahwa di dalam benak para loyalis Ahok ini terbayang di mata  mereka akan adanya aksi balas dendam oleh orang orang yang selama ini mereka zalimi, mereka aniaya dan mereka singkirkan, sebagaimana tindakan yang dilakukan terhadap mereka sebelumnya.

“Pikiran kotor ini meracuni hati mereka sehingga saat inipun mereka berpikir keras bagaimana mereka bisa tetap berkuasa dengan mempertahankan orang orang mereka dalam posisi kunci pemerintahan Anies, bisa dikata siapapun Gubernur yang akan terpilih namun mereka yang secara de facto menguasai dan menjalankan roda pemerintahan DKI Jakarta," ujar Asep Firdaus.

Dijelaskan pula oleh Asep Firdaus bahwa niat Jelek ini harus segera ditangani oleh Anies, Anies tidak boleh lagi menjadi korban rencana jahat yang mereka buat, Jakarta harus terbebas oleh terror, Pemerintah DKI Harus diisi oleh Para Penjabat yang memiliki nurani dalam melayani rakyat, bukan yang hanya pandai mencari muka kepada majikannya.

“Karena tipe pendekatan Anies bukan lah Tuan Majikan, beliau tidak menciptakan segelintir penguasa yang hanya tunduk pada dirinya namun berpaling dari masukkan warganya.” pungkas Asep Firdaus.

Hasil dari dialog publik ini forum meminta Anies Harus segera merombak pemerintahan DKI Jakarta, diisi oleh orang orang yang sungguh sungguh berkerja untuk warga Jakarta, yang mendahului kewajiban dari pada haknya, menciptakan suasana pemerintahan kembali yang kondusif tidak saling curiga dan satu sama lain. dan bagi para Loyalis Ahok ketegasan dari Anies akan memotong urat keberanian mereka, dan akan segera menciut apabila mendengar Anies tidak seperti yang mereka bayangkan. (agn/red)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Konsolidasi Loyalis Ahok Menyandera Anies Dalam Melayani Warga

Terkini

Iklan